Baca artikel di sini pagi ini, membuatku kepikiran sepanjang
hari. Jadi seorang ibu, memang sering dihadapkan pada persoalan serupa.
Dibandingkan, dinilai, dihakimi. Asi vs Sufor, Ibu bekerja Vs IRT, TPA vs
babysitter, sampai hal sepele soal merk baju.
Mungkin sudah dari sononya kali ya seorang wanita itu selalu
begitu. Suka membandingkan ini itu. Walaupun maksudnya juga sering gak
jelek-jelek amat. Misalnya nih, sering dari percakapan sesama ibu-ibu yang
jemput sekolah, aku suka ngiri ngeliat anak-anak mereka yang ‘keliatan’ jauh lebih tenang dan kalem di dalam kelas dibanding
Aca. Juga sering aku ngerasa sok pinter dan sok lebih baik dalam mengasuh anak dibanding
beberapa orang yang memang menurut penglihatan (hanya lihat aja) bukan seorang
ibu yang baik. Astaghfirullah.. Padahal siapa juga aku ya, berani-beraninya
menilai orang seperti itu.
Seperti tidak enaknya
dinilai dan dihakimi, terutama dalam mengasuh anak, memang lebih baik lagi
kalau kita tidak usah lah menilai dan
menghakimi orang lain. Belum tentu semua itu benar lho. Kita perlu mencoba
berada di tempatnya dulu sebelum berani bicara tentang hal ini. Misalnya
tentang mengapa anak dikasih sufor dan bukan asi ekslusif, lalu kita
berani-beraninya bilang bukan ibu yang baik. Hei, setidaknya tanya dulu kenapa
bisa begitu.
Dari sisi ‘korban’ pun, pastikan kita selalu punya alasan kuat untuk
melakukan sesuatu. Seperti Aca yang stop ASI sejak usia 2 bulan. Itu bukan
kemauanku lhoh. Waktu itu Aca dirawat di rumah sakit, dan memang kondisinya tidak
memungkinkan untukny minum ASI. Oke, mungkin pada saat itu bila aku lebih keras
berusaha, akan lain ceritanya, tapi setidaknya jangan buru-buru menghakimi dan
menilaiku senegatif itu, oke?
Aca gak punya ipad or tablet, dia
mainnya story book with e-pen (harganya kurleb sama kok).
Aca skrg gak pernah lagi main di mall, dia main futsal seminggu sekali or main ke sawah n kebun sebulan sekali (tiap harinya kurleb sama dengan anak-anak yang lain , i guess)
Aca jaraaang banget beli mainan, tapi tiap bulan ada dana buat beli buku n asuransi pendidikannya sampai dia kuliah.
Aca skrg gak pernah lagi main di mall, dia main futsal seminggu sekali or main ke sawah n kebun sebulan sekali (tiap harinya kurleb sama dengan anak-anak yang lain , i guess)
Aca jaraaang banget beli mainan, tapi tiap bulan ada dana buat beli buku n asuransi pendidikannya sampai dia kuliah.
Jadi, apapun keputusan kita tentang anak, kita
sudah punya alasan yang kuat. Jadi ketika banyak orang-orang nyinyir diluar
sana yang mulai sok pura-pura terlalu perduli, kita siap dengan segala
argumentasinya. Percayalah, it works. Akhirnya hentikan deh kegiatan menghakimi-menilai-membandingkan (terutama soal anak) seperti itu. Lebih baik saling berbagi ilmu dan cinta untuk anak-anak hebat yang dititipkan kepada kita.
Well friends, it's ok making
different choices for our children . Lets love more & Judge Less
0 Comments