“Tunggu aku di tepi dermaga tiga bulan lagi. Tanggal satu. Aku akan ikut berlayar bersamamu. Kita tinggal di pulau kecil itu.”
Sejak hari itu, aku tidak pernah bisa tidur nyenyak. Membayangkan kekasihku bersamaku setiap hari mengarungi lautan. Kami akan tinggal di sebuah pulau kecil nan cantik yang kuceritakan padanya beberapa kali.
Dia seperti bidadari. Wajah cantiknya tak tertandingi oleh perempuan manapun yang kujumpai. Sejak pertemuan pertama di pantai dulu, aku jatuh cinta padanya. Dia tengah menangis ketika aku melihatnya di tepi pantai kala itu.
Sejak saat itu dia setiap hari datang ke pantai ini. Menungguku pulang berlayar. Bercerita panjang lebar padaku. Tentang orang tuanya yang menjodohkannya dengan laki-laki yang tidak disukainya, tentang kesukaannya melihat bintang dan bulan di malam hari. Atau tentang lautan yang katanya seperti menyihirnya untuk selalu datang setiap kali dia sedih.
Lama-lama aku jadi punya alasan untuk pulang. Jika sebelumnya aku bisa berminggu minggu berlayar, menjelajahi pulau-pulau asing dan menginap bermalam-malam di sana, aku selalu pulang karena dia.
Sejak dia bilang akan ikut bersamaku berlayar hari itu, aku terus bekerja keras tak kenal waktu. Menjadikan kapal kecilku cukup layak untuk dia tempati nanti. Mengecatnya dengan warna cerah dan memastikan kapal itu secantik dia. Sang Bidadari. Aku menghabiskan semua uang yang kupunya untuk membeli perbekalan selama nanti kami berlayar.
Tiga bulan yang terasa lama sekali bagiku akhirnya tiba.
Malamnya aku sama sekali tidak bisa tidur. Besok adalah hari yang katanya dia akan datang. Aku sangat merindukannya. Rindu senyumannya yang menawan, rambut berantakannya yang tertiup angin pantai. Kaki jenjangnya yang semakin indah terkena pasir keemasan.
Sejak fajar, aku sudah menunggu di dermaga. Kembali kubersihkan setiap jengkal perahuku. Bidadariku harus merasa nyaman di dalamnya. Sampai matahari berada di atas kepala, tak kunjung dia datang.
“Ah, mungkin senja nanti… ”
Tapi sampai malam menjelangpun, sang bidadariku tak kunjung datang. Aku tidak berani tidur, takut dia datang lalu tidak bisa menemukanku saat aku terlelap.
“Mungkin tengah malam nanti..,”
Tapi sampai matahari terbitpun dia tidak datang. Meskipun aku menunggu dengan sabar.
Besok. Lusa. Seterusnya. Sampai saat ini. Bertahun-tahun kemudian.
Aku masih selalu menunggunya di tepi dermaga. Perempuan paling cantik di alam semesta. Yang berkata akan ikut bersamaku mengarungi samudra.
#OneDayOnePost
#ODOP
#Day21
0 Comments